Senin, 24 Januari 2011

“Anugerah mengikuti Sail Banda 2010 (edisi II: Banda Neira dan Pulau Gunung Api)”

Sebelumnya aku akan menjelaskan sedikit tentang kepulauan Banda, khususnya pulau Banda Neira yang diambil dari tugas Geografiku :p


Kepulauan Banda adalah sebuah gugusan pulau yang terletak ± 132 kilometer di Tenggara kota Ambon, yang terdiri dari 3 pulau besar yaitu, Pulau Neira, Pulau Banda Besar, dan Pulau Gunung Api (yang merupakan gunung berapi aktif) serta 7 pulau kecil lainnya.
Buah Pala (Myristica fragans)
Kepulauan Banda sudah menjadi primadona sejak abad ke 16. Banyak bangsa yang memperebutkan kepulauan ini karena merupakan daerah penghasil tumbuh buah pala (Myristica fragrans) terbesar di dunia yang merupakan salah satu golongan rempah-rempah yang dipakai untuk penyedap masakan dan pengawet. Pada saat itu buah pala merupakan barang yang sangat mahal yang merupakan komoditi dunia, bahkan Belanda rela menukar daerah jajahannya di benua Amerika yaitu New Amsterdam atau nama asli Indiannya Pulau Manahatta atau sekarang lebih dikenal dengan Manhattan, New York, dengan Inggris yang tertuang diperjanjian Breda 1667.
Emperor Angle Fish (sumber : web)

Selain dari catatan sejarahnya yang menarik, Kepulauan Banda ini menjadi salah satu daerah tujuan utama bagi para wisatawan yang menyukai olahraga menyelam, karena begitu besar kekayaan yang dimiliki dunia bawah lautnya. Dari 700 jenis terumbu karang yang ada di dunia ada sekitar 432 jenis karang (atau sekitar 64%) hidup di kepulauan ini, selain itu di kepulauan ini terdapat 52 lokasi penyelaman, yang memiliki biota yang unik disetiap lokasinya. Sebagai contoh pada titik penyelaman Sonegat Arm yang terletak di antara pulau Neira dan pulau Gunung Api, kita dapat melihat emperor angelfish dan blue girdled fish , di pulau Keraka kita dapat melihat large blue dan yellow tunicates, di lokasi menyelam Batu Belanda selain keindahan barrel dan tube spongenya, kita juga dapat melihat berbagai jenis ikan, seperti dari kelompok large emperor, blue girdled angelfish, wrasses, large pinnate batfish, di pulau Hatta kita dapat melihat ikan-ikan yang cantik seperti rainbow runners, unicornfish, fusiliersm jack fish, bisa dijumpai di sini. Terdapat juga dari jenis whitetip sharks, napoleon wrasse, dan hawksbill turtles, dan lain sebagainya. (sumber : http://www.budpar.go.id/page.php?ic=40&id=1861).
Latar belakang Pulau Gunung Api

Alright, sekarang saatnya kembali ke perjalananku. Setelah berlayar selama 3 hari dari Makassar , sampailah rombongan di pulau Banda Neira pada tanggal 29 Juli 2010, pulau yang selama ini aku tunggu-tunggu karena tidak sabar melihat keindahannya. Ketika salah seorang temanku bilang kalau kita sudah sampai, aku yang sedang tidur langsung melompat dari barack (masih menggunakan piyama) segera berlari ke arah heli deck (geladak tempat pendaratan helicopter) untuk melihat pemandangan. Astaga begitu melihat keluar aku seperti berada di era Jurassic, dan pemandangannya mirip dengan suasana yang ada di film Jurassic Park >_<. Terlihat pulau dengan pepohonan yang sangat rindang yang menyerupai bukit dengan kabut dipuncaknya, kapal layar yang melintas kelihatan kecil sekali, hanya beberapa rumah penduduk yang terlihat pada saat itu.

Tarian selamat datang

Setelah menunggu waktu yang ditentukan untuk keluar kapal, kami berlari menuju car deck (geladak tempat menampung mobil tempat tangga kapal berada, yang menjadi tempat favoriteku) dengan penuh semangat. Terdengar alunan music dan nyanyian tradisional lengkap dengan para penarinya yang menambah rasa tidak sabar untuk segera turun. Poster dan tulisan-tulisan selamat datang dipajang di pelabuhan yang kecil itu, ya Pelabuhan Banda Neira. Setelah turun kami menikmati tarian selamat datang yang disuguhkan, masih teringat jelas ketika anak-anak kecil menyerukan “yo..yo..yo..yo..yo” sambil menghentak-hentakan bamboo yang mereka pegang ke tanah. Selanjutnya kami dituntun menuju sebuah lapangan tepat disamping kediaman Bpk. Des Alwi (tokoh masyarakat di Banda). Disana telah disediakan panggung lengkap dengan seperangkat alat music dan beberapa orang penyanyi yang suaranya aduhai, dan beberapa baris kursi yang disusun rapih. Aku langsung duduk di baris paling depan karena ingin mendapatkan foto yang baik dan supaya dapat pemandangan yang jelas, hehehe.
Salah satu tarian yang disuguhkan oleh para gadis Banda
Begitu acara dimulai, para penyanyi langsung mulai berdendang dan bergoyang (astaga emang “orang Ambon” paling demen deh yang kaya gini, termasuk aku karena keturunan Ambon juga :p). Mereka menampilkan berbagai jenis tarian, seperti tarian pergaulan, tarian yang bercerita tentang proses pemetikan buah pala, dsb. Adik-adik kami yang tergabung dalam LNRPB (Lintas Nusantara Remaja Pemuda Bahari) juga menampilkan pertunjukan tari dan marching band. Suasana tambah meriah ketika penyanyi mengajak kami bergoyang bersama dengan menyanyikan lagu dangdut (yihaa, dangdut is the music of my country), acara tersebut diselingi dengan kata sambutan dari Bpk. (Alm) Des Alwi, Kolonel Adi dan pejabat setempat. Aku menyempatkan diri untuk masuk dalam rumpah Bpk (Alm) Des Alwi dan berfoto dengan beliau bersama teman-teman yang lain. Rumahnya tepat berhadapat dengan Pulau Gunung Api. Bpk (Alm) Des Alwi juga merupakan pemilik Hotel Maulana yang masuk dalam kategori 50 hotel terbaik di dunia karena tepat berhadapan dengan laguna dan gunung berapi. Di dalam rumah terdapat banyak perabotan antik dan foto-foto beliau dengan petinggi Negara kita seperti Bpk. Moh. Hatta (karena pada saat Bpk. Moh. Hatta diasingkan di pulau Banda Neira ini, (Alm) Des Alwi lah yang “mengurus” beliau) sampai ada pulau yang diberi nama Pulau Hatta, Bpk. (Alm) Soeharto, dll. Di depan rumah terdapat beberapa meriam tua yang sudah berkarat yang digunakan sebagai patok ketika ada kapal (kecil) yang “parkir”.
Sumur sekaligus monumen 
Kami segera memanfaatkan waktu yang ada, karena kami hanya 1 hari berada di Banda Neira, dikarenakan ada kapal Pelni yang akan datang dan pelabuhan tidak cukup untuk menampung 2 kapal besar. Pihak kampus sudah menghubungi salah seorang warga asli Pulau Banda Neira, Mbak Lily yang juga berprofesi sebagai local guide untuk menemani petualangan kami di pulau yang sangat eksotik ini :D. kami mulai berkeliling kota (city tour) hanya dengan berjalan kaki saja, karena arealnya tidak terlalu besar untuk dijelajahi. Disetiap sudut kota terdapat banyak bangunan tua, malah seperti kembali ke puluhan bahkan abad yang lalu. Aku langsung membayangkan bagaimana suasana pada masa itu, daerah yang menjadi perebutan bangsa-bangsa. Awalnya kami ingin memasuki museum rumah budaya tapi karena tiket masuknya yang cukup mahal, yaitu Rp. 25.000 kami langsung mengurungkan niat. Di depan pintu bulu kudukku langsung naik ketika melihat sebuah lukisan besar yang menempel di dinding museum. Di lukisan tersebut menggambarkan suasana perang dengan banyak korban sedang menjalani hukuman, ada yang dipenggal dan kepalanya dipasang pada tombak, ada yang badannya dibelah (aw! Perasaanku langsung nggak enak). Akhirnya Mbak Lily membawa kami ke sebuah lapangan yang ada sumur dengan tembok berwarna kuning dibelakangnya dan menceritakan peristiwa Perigi Rante, pembantaian orang-orang pilihan di Banda dan beberapa tokoh-tokoh politik Indonesia oleh algojo Jepang yang disewa VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Ada yang mendapat bagian “potong 2” (dipenggal/dipisahkan antara pinggang kebawah dan atas/penggal kepala) dan “potong 4” (pemenggalan seperti “potong 2” dengan ditambah pemisahan bagian tubuh bagian kanan dan kiri, jadi 4 bagian).  Berikut adalah beberapa nama korban yang tertulis di tembok/tugu peringata, penggal kepala : Abdul Rahman, Elias, Hassan, dll . “potong 4” : Imam Dender, Ayub, Kodiat Ali, dll.
Istana Mini

Kami melanjutkan perjalanan kami menuju Istana Mini yang  merupakan tempat tinggal Gubernur Jendral VOC JP. Coen yang sudah beralih fungsi sebagai museum, pada saat itu kami gratis memasukinya. Istana yang dibangun pada sekitar abad ke-16 ini merupakan master plan dari Istana Negara di Jakarta. Lalu kami melakukan sedikit pendakian menuju Fort Belgica (Benteng Belgica) yang dibangun pada tahun 1611, konon benteng ini mempunya lorong rahasia yang menghubungkan Benteng Belgica dengan Fort Nasau (Benteng Nasau) yang berada dekat laut). Dari atas benteng kami dapat melihat lautan lepas dan pemandangan yang menakjubkan. Kami juga mengunjungi rumah pengasingan Bung Hatta yang masih ada beberapa benda peninggalan beliau, seperti mesin ketik. Dalam perjalanan kembali ke dermaga aku sempat berpose di depan gereja tua yang juga merupakan master plan dari gereja Immanuel yang ada di gambir. Di dalam gereja ini terdapat 30 makam orang Belanda yang dapat kita liat nisannya pada lantai gereja. Setelah puas berkeliling kota, kami menerima ajakan Mbak Lily untuk berkeliling dengan perahu dan snorkeling di Pulau Gunung Api.
Pemandangan di kaki Gunung Api
Kami segera menuju dermaga perahu tradisional dengan mengajak teman-teman yang lain. Saat itu harga sewa perahu Rp 200.000 dengan kapasitas 10-15 orang. Mbak LiLy yang membantu kami menawar :p. begitu kami mengelilingi pulau, nggak berhenti aku berkata “ How Great is our God!”, pemandangan yang terindah yang pernah aku lihat seumur hidup ku temukan disana. Air yang begitu jernih dengan ikan yang warna-warni menghampiri perahu kami, deretan terumbu karang yang tumbuh sangat subur, deretan bebatuan/tebing yang diukir oleh alam, gua-gua alami di kaki gunung (Pulau Gunung Api adalah sebuah gunung berapi/volcano aktif yang berada diseberang Pulau Banda Neira), pepohonan yang bentuknya sangat unik, serta cahaya matahari yang hampir terbenam menambah indahnya hari itu. Sangat sulit aku ungkapkan dengan kata-kata keindahan tempat itu, aku sangat menyarankan bagi teman-teman pecinta wisata alam/bahari untuk mengunjungi tempat ini (ajak-ajak ya :p). Singkat cerita kami menyewa alat snorkeling (hanya goggle saja) seharga Rp 25.000 sebagai alat bantu, perlu diketahui kami melakukan snorkeling pada saat matahari tenggelam, laut Banda begitu sunyi dan tidak ada penerangan selain dari headlamp yang aku bawa (bermanfaat juga :D). Kalau boleh jujur sebenarnya takut juga ada hewan atau fenomena alam yang aneh-aneh, buktinya selain terdapat palung laut yang begitu dalam, ombak seperti menarik kita untuk lebih jauh ketengah. Pada saat itu aku berenang dengan menggunakan celana jeans dan kaus, karena nggak kebayang akan aktifitas ini :p.
Setelah bersnorkeling ria

Karena hari semakin malam kami memutuskan untuk kembali ke daratan. Oh God!! Satu lagi bonus yang aku dapatkan, langit di Banda beserta bintang-bintangnya (inget ini aku sampai mau nangis, b’cause it’s more than a word of “beautiful” and it’s so damn romantic. Bagi teman-teman yang pernah mengunjungi Planetarium di TIM (Taman Ismail Marzuki), pemandangan ini jauh berjuta-juta kali (hiperbola :p) lebih indah. Sampai-sampai ada salah seorang dari temenku yang cinta lokasi karena momen ini *ups pasti ketika dia baca tulisan ini langsung inget lagi, hahaha. Begitu sampai di darat aku segera mengambil botol minuman untuk ku isi dengan pasir Banda, ya ini memang hobiku yang aneh yaitu mengumpulkan pasir-pasir dari setiap pantai yang aku kunjungi dan melihat perbedaan struktur atau warna dari pasir tersebut serta untuk kenang-kenangan. Kami semua bergegas naik ke kapal untuk mandi dan makan, setelah itu kami menghadiri pesta rakyat di lapangan tempat kami menonton acara sambutan, dan kemeriahan itu masih terekam di benakku, pada malam harinya kami segera berangkat menuju kota Ambon. T__T I miss all the moments there, the panorama, cultures, the folks and all of my new friends. I’m sure to go there again, or maybe more than again :D.
Tips :
-   Jangan jajan sembarangan :p, karena jajanan di Banda Neira ini sangat mahal (untuk ku). Sekaleng coca-cola harganya Rp 25.000, kaos yang biasa dijual Rp 35.000an disana mencapai Rp 150.000.
-   Berkenalan/memakai jasa local guide untuk mempermudah perjalananmu dengan memberikan petunjuk/info dan untuk membantu menawar barang atau sewa.
-   Jika ingin berkeliling naik perahu, ajaklah teman-teman sesuai dengan kapasitas untuk biaya sharing yang lebih murah.
-    Jangan lupa untuk mencuci alat-alat snorkeling sebelum dipakai.
-    Melakukan aktifitas di perairan selagi masih terang (siang-sore) untuk memaksimalkan kegiatan dan untuk keamanan.

Biaya :
Karena aku mengefisienkan pengeluaranku (menghemat) karena perjalanan masih panjang, aku hanya mengeluarkan kocek untuk :
-     sewa goggle       Rp. 25.000
-     sharing perahu Rp. 25.000
Total                 Rp. 50.000   (hohoho)

Dokumentasi lain :

Fort Belgica
Rumah pengasingan Bung Hatta
Gereja
KRI MKS 590 (our second home)
Jalur lahar Pulau Gunung Api
Lapisan tanah vulkanik
Perahu layar (yacht) datang dari Darwin, Australia
Gua-gua alami yang terbentuk di kaki Pulau Gunung Api
Kegiatan snorkeling di malam hari (bening banget airnya)
Kolam renang raksasa
Kejernihan air dan keragaman biota tidak perlu diragukan



See you on my next journey
*next posting “Anugerah mengikuti Sail Banda 2010 (edisi III: Kota Ambon Manise)”






2 komentar:

  1. mantaph!!!!!.. sudah bertahun2 saya di Ambon juga belum pernah nginjak kaki di Pulau Banda Baru sama2 kalian ini saya punya kesempatan liat indahnya pulau ini/// ditunggu kisahnya di Ambon lohh hahha

    BalasHapus
  2. kangen banget pengen ke banda lagi
    siaaaap gan :D

    BalasHapus