Senin, 17 Desember 2012

History of A Small Country

Postingan kali ini ditujukan bagi kota tempatku beranjak dewasa yang sekarang sudah berkembang cukup pesat. Depok yang dahulunya mendapat julukan tempat jin buang anak ini menduduki tangga nomer dua di timeline twitterku akan kemacetannya yang dibicarakan banyak orang. Khususnya warga Depok yang bekerja di Jakarta. Tapi kenapa aku memberikan judul posting ini sebagai "History of A Small Country" ya? country kan negara bukan city yang artinya kota? Karena pada masa kejayaannya Depok merupakan negara lho. Ya suatu negara yang dipimpin oleh seorang presiden dan juga pendirinya yang bernama Cornelis Chastelein. Untuk lebih jelasnya dapat disimak disini:http://id.wikipedia.org/wiki/Cornelis_Chastelein

RS Harapan yang dahulunya merupakan gedung pemerintahan
Ada banyak orang dengan berbagai versi yang membahas asal usul kota ini. Namun aku mengangkat salah satunya saja. Materi yang aku bahas juga hanya meliputi area pemerintahan  Cornelis Chastelein di Jalan Pemuda. Mungkin dapat dibilang jalan tersebut hampir sama seperti kawasan Jl. Medan Merdeka atau Menteng. Di Jalan ini terdapat gedung pemerintahan, gereja dan sekolah pastoral. Sampai sekarang bangunan-bangunan ini masih dipertahankan walapun beberapa diantaranya sudah mengalami renovasi bahkan sudah dibongkar dan dialih fungsikan.  
Salah satu rumah yang sering dijadikan tempat shooting
Kawasan lainnya yang masih kental akan sejarahnya meliputi Depok Lama, Perkuburan Belanda di belakang RS Hermina Depok, Jembatan Panus; sungai dibawahnya merupakan jalur yang sering dilewati para saudagar dari Batavia (Jakarta) menuju Pakuan (Bogor). Tidak heran jika di Depok menjadi kota persinggahan bagi para pedagang. Sebagaimana nama kawasan Pondok Cina (bagian dari Depok juga) yang memang dahulunya merupakan tempat tinggal saudagar Cina dan para pedagang dari Jakarta yang tidak diperkenankan memasuki kawasan pemerintahan Cornelis Chastelein. Sebenarnya masih ada daerah-daerah peninggalan sejarah namun banyak yang belum terekspose. Seperti halnya areal perkebunan di daearah Sawangan, Beji dsb yang diwariskan kepada ke-12 suku (keluarga) oleh Cornelis Chastelein, temanku yang bermarga Leander memberi sebutan Oppa Lein untuk beliau. 
GPIB Immanuel gereja pertama di Depok
Aku pribadi menyayangkan kurangnya perhatian dari pemerintah Kota dan sebagian masyarakat akan pentingnya nilai sejarah kota ini. Sebagian besar hanya berfokus pada pembangunan yang menurutku lebih condong ke modernisasi. Depok yang dulu asri dengan deretan pohon-pohon besarnya sekarang sebagian besar sudah ditebang untuk pelebaran jalan. Padahal kalau mau diperhatikan Depok juga mempunyai potensi sebagai daerah tujuan wisata. Seperti topik yang kubahas sekarang menjadi wisata sejarah. Di kesempatan berikutnya akan aku angkat pengalamanku mengunjui Kampung Pohon 99 di daerah Cinere. Selain itu Depok yang dikenal akan penghasil belimbing juga memiliki beberapa danau yang indah, hutan, lahan pertanian, perkebunan bahkan hingga yang modern seperti wisata belanja dan kuliner. Waktu itu aku sempat berbicara dengan seorang bapak yang bekerja di dinas pariwisata kota Depok saat aku berkeinginan untuk magang disana, namun yang kudengar malah beliau menyarankanku untuk magang di Bandung saja, dengan dalih tidak ada kerjaan di kantor itu! OMG kalau mentalnya menunggu pekerjaan yang datang bagaimana mau maju, apalagi kalau yang duduk di pemerintahan kota ya kerjanya menggembangkan dan menemukan hal-hal baru untuk kesejahteraan dan kemajuan bersama. Semoga pembahasan sedikit ini dapat menggelitik hati dan pikiran para generasi muda untuk lebih perhatian pada lingkungan sekitar, terlebih tempat tinggalmu :) Khususnya pemuda-pemudi Depok. Kangen woy, jangan nongkrong aja loe pada!! Haha

Bagaimana cara menuju kawasan ini?
Ada 2 alternative dari terminal Depok. Pertama naik angkot D05 turun di depan jalan Pemuda dan yang kedua naik angkot D06 atau D02 turun di depan RS Hermina.Tarifnya hanya Rp 2.000. Selanjutnya jalan kaki :p

Dokumentasi lainnya:
Sekolah Belanda yang masih bertahan fungsinya menjadi sekolah dasar
Contoh bangunan lain dengan gaya arsitektur era colonial
Gedung Eben Haezer yang dahulunya merupakan tempat pertunjukan dan gedung pertemuan. Sekarang menjadi sekolah
Yayasan Cornelis Chastelein mendirikan sekolah Kasih yang memiliki kurikulum bahasa Belanda. Hmm should try!

See you on my next journey
*next posting "Mengenang Java-Bali overland 2010 Edisi:  Berkelok-kelok, nyasar dan tepar di Karang Kamulyan"

Kamis, 13 Desember 2012

Marine Study around Pelabuhan Ratu - Sukabumi

Untuk menambah nilai guiding  yang kurang aku dan teman - teman kelas travel 2007 diwajibkan untuk mengikuti program guiding  ke Pelabuhan Ratu oleh dosen kesayangan kita, Bapak Boedihartono. Perjalanan ditempuh dari kampus dengan menaiki bus yang sudah disewa untuk 2 hari 1 malam. Kami sudah membagi giliran guiding selama perjalanan. Perkiraan bahwa setiap mahasiswa akan mendapatkan jatah waktu selama 30 menit sepanjang perjalanan sebelum berganti giliran dengan mahasiswa lainnya. Namun naas pada saat itu daerah sepanjang Lido hingga pasar Cibadak padat merayap sehingga materi yang tadinya sudah disiapkan untuk passing sight mendadak buyar. Salah satunya dialami oleh sahabatku Ali Zaenal.Ketika materi guiding yang telah ia siapkan membahas tentang perkebunan pinus yang ada di dekat area tersebut namun bus terjebak kemacetan didepan pasar. Sehingga dalih atau ide pun tidak dapat mengalir, apalagi kami harus guiding  menggunakan bahasa Inggris.
Singkat cerita siang itu ketika sampai di Pelabuhan Ratu kami segera menuju T.P.I (Tempat Pelelangan Ikan) untuk melihat ragam ikan apa saja yang dapat dihasilkan nelayan setempat dan tentu saja untuk membelinya. Aku pun iseng untuk terus berkeliling di sudut - sudut pasar, dan alangkah terkejutnya ketika aku memperhatian seorang penjual sedang menyiram lantai tokonya menggunakan air dari sebuah ember yang diambil dari tepian laut. Tidak ada hal yang aneh kan? Eh tapi tunggu dulu, setelah aku mengintip darimana air itu berasal tiba-tiba bulu kuduk ini merinding karena air yang diambil merupakan air dari tepian laut yang dipenuhi dengan sampah yang mengapung dan beberapa bangkai binatang seperti tikus yang sudah kembung. OMG! Aku menyempatkan diri juga untuk bertanya - tanya pada penjual ikan bagaimana cara untuk membedakan kelamin pada kepiting haha. Jadi kalau kepiting jantan bentuk atau pola pada perutnya akan terlihat seperti segitiga atau kerucut namun pada kepiting betina akan berbentuk oval. Pada saat itu kami semua ditraktir Pak Budi berbelanja seafood. Rp 20.000? Rp 50.000? Rp 100.000? tentu tidak. Jadi berapa donk ditraktirnya? yaitu sekitar Rp 2.000.000!!! Kebayang nggak berapa banyak ikan, cumi dan udang yang kami beli dan bagaimana kami menghabiskannya? Misteri Ilahi wkwkw.
Setelah makan siang kami menuju penginapan yang sudah kami sewa untuk bermalam. Beristirahat sebentar dan merapihkan barang k(ami segera berangkat lagi menuju daerah Cisolok untuk mengunjungi industri rumah tangga pembuatan abon ikan. Walaupun hujan deras turun tidak memadamkan semangat kami (yakin) :p. Si empunya usaha menjelaskan bagaimana pembuatan abon ikan tersebut. Pertama ikan yang kebanyakan berjenis tenggiri diuap dan dikeringkan menggunakan alat - alat sederhana seperti dandang raksasa dan tunggu pemanas dengan kayu bakar. Minyak yang keluar dari proses tersebut dijadikan minyak ikan yang banyak digunakan pada masakan Chinese dan Jepang. Kulit dari ikan tenggiri juga dapat dijadikan kerupuk. Setelah itu daging ikan digiling (dihaluskan) dan diberi bumbu sebelum masuk tahap pengeringan akhir yaitu bisa dengan sangrai (goreng kering tanpa minyak). Pemasaran abon tersebut juga sudah meluas ke luar daerah Sukabumi dan rasa dari abon tersebut juga bermacam-macam. Namun bagi aku yang kurang menggemari ikan rasa abon itu masih cukup amis, ya kalau boleh memilih aku lebih suka abon sapi saja :). 
Tapi salut dengan ide untuk membuat usaha ini. Memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di daerah tersebut dengan bijak dan tidak berlebihan. Ketika hari mulai sore kami kembali ke penginapan untuk istirahat dan acara bebas. Aku dan sahabat-sahabat berencana mau berenang atau sekedar main di pantai. Namun segera kuurungkan niatanku itu karena menemukan bangkai ayam di bibir pantai yang mungkin dari setadi sudah diombang-ambingkan ombak which is means the water already contain that "thing" particle for sure haha. Akhirnya kami hanya duduk - duduk galau sambil cerita tentang kepatah hatian kami, hais mending deh daripada patah arang. Kami memutuskan untuk kembali ke penginapan ketika hari semakin gelap. Mandi, ganti baju dan memulai BBQ Party di halaman belakang penginapan sampai larut malam.
Keesokan paginya kami masih punya tugas untuk menghabiskan seafood yang masih sisa. Saat itu aku dan Vega Lidya punya jatah sebagai mesin pengeruk alias penghabisan. Setelah kenyang kami segera check out dan melanjutkan perjalanan menuju tempat pembuatan ikan asap dan terasi. Kalau ikan asap sih terbilang normal, hanya dalam jumlah yang banyak ikan tongkol dimasukan ke dalam dandang, diberi garam dan dipanggang diatas bambu yang sebagian sudah menjadi arang, masuk ke dalam dapur tersebut seperti berada dalam sauna dengan essence  tongkol yang amis-amis gimana gitu. Selanjutnya ke tempat pembuatan terasi, well jadi paham waktu masa kecil dulu kalau kaki kotor atau belum mandi suka diejek "bau terasi" karena aseli bau abis. Jadi udang-udang kecil yang sudah ditangkap nelayan akan dijemur dibawah terik matahari dalam jumlah banyak, so  kasarnya di biarkan busuk terus baru diulek rame-rame deh. Tapi  so what deh bikin nasi goreng, sambel atau tumis kalau dikasih terasi lebih enak kan? Hayoo ngaku! :D Selesai dari sana kami melanjutkan perjalanan untuk kembali menuju kampus dan meneruskan praktek guiding  kami OWH NO~. 
Oia hampir lupa sebelum mengunjungi tempat pembuatan ikan asap dan terasi kami menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat yang membuatku penasaran, yaitu Pantai Karang Hawu. Kata Hawu berasal dari bahasa Sunda yang berarti kompor. Nama ini diberikan karena pada permukaan karang tersebut terdapat lubang-lubang yang mirip pada kompor untuk jalur masuk sumbu. Di tempat inilah konon katanya Nyai Roro Kidul lompat ke laut. Walaupun aku dan rekan - rekan sempat naik ke petilasannya untuk hanya sekedar melihat - lihat, aku tidak akan memaparkan tentang kisah itu karena bukan porsiku. Selain itu hal yang menarik disini adalah sebuah papan yang tebilang cukup besar menempel pada pos tempat para tukang ojek mangkal. Pasti kalian sudah tidak asing dengan nama yang ada dipapan tersebu. Siapakah? silakan dibaca sendiri ya

Biaya:
Kalau tidak salah sekitar Rp 170.000 apa gratis ya? haha namanya juga program

Tips:
- Kalau udah berkunjung ke tempat-tempat seperti ini banyak-banyakin bertanya untuk menambah pengetahuan dan informasi yang kita miliki
- Menjaga kesehatan dengan memperhatikan lingkungan sekitar, tidak jajan sembarangan atau memaksakan untuk melakukan aktivitas pada tempat yang kurang pas (contoh dalam bacaan adalah ketika aku mengurungkan niat untuk berenang karena melihat bangkai ayam) bukannya have fun  yang ada malah kerepotan lagi kalau sakit atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Respect customs even you dont follow :)


 
See you on my next journey
*next posting "History of A Small Country"


Rabu, 12 Desember 2012

Water Trecking di Cisarua - Puncak Bogor

Ini dia trecknya yumm :)
Saat dibangku kuliah aku mendapatkan pelajaran Wisata Alam yang mengharuskan kami semua untuk mengambil kelas di kediaman salah satu dosen kami, Dr. Kho di Cisarua - Puncak. Sesampainnya disana kami saling memperkenalkan diri dan merapihkan barang - barang untuk pembagian kamar. Setelah rapih kami makan siang dengan menu lengkap 4 sehat 5 sempurna, pola makan kami sangat terjaga selama 2 hari ke depan. Rumah beliau sangat asri yang membuat kami kerasan tinggal (ups menginap maksudnya). 
Selesai makan siang kami mengikuti kelas pertama yang membahas tentang ekologi dan penemuan situs wisata, selain itu kami disuguhkan video tentang keindahan negeri ini khususnya alam dan keaneka- ragaman hayatinya. Walaupun sedikit mengantuk dan ada beberapa dari kami yang tertidur akan segera "melek" karena  sang dosenpun kemudian memberikan pertanyaan bergilir. WOW!
Pemandangan di belakang rumah
Setelah kelas pertama selesai kami diberikan waktu untuk istirahat sebelum nanti malam ada kelas lagi. Namun selama dosenku praktek kami dipersilakan menggunakan fasilitas yang ada. Pada saat itu aku dan beberapa orang teman memilih untuk menghabiskan waktu di ruang karoke, kapan lagi karoke gratisan cing rawk! Kelas dimalam hari juga cukup berat karena udara cukup dingin dan mata ini yang sudah tidak bersahabat lagi. Well materi pelajaran kami lebih banyak sharing dan tanya jawab, menurutku lebih efektif dan real sih daripada hanya membahas teori saja. Kelas selesai kami langsung beristirahat dan mempersiapkan tenaga untuk kegiatan besok.
kembali ke habitat haha
Besok paginya kami memulai aktifitas dengan sarapan dan bergegas menuju titik awal water trecking. Dimanakah itu? yap sungai di belakang rumah dosenku yang beliau sudah gunakan selama bertahun - tahun untuk jalur water trecking bagi banyak turis mancanegara. Awesome!! Pada saat itu aku belum mempunyai sendal gunung jadi hanya mengandalkan sepatu karnvas kesanyangan yang licin-licin gimana gitu haha. Awalnya aku berfikiran kalau sungai ini ya seperti sungai kebanyakan yang datar-datar saja, namun ternyata walaupun kecil medan yang ditempuh sangat menantang. Kami harus menaiki batu - batu besar, merambat di tepian yang membuat kakiku memar terpentok batu kali yang superb  besarnya. Selain untuk melatih fisik dan belajar langsung di lapangan kami juga melatih ke kekompakan dan keperdulian dalam kelompok, yang akan sangat berguna saat aku magang. Sepanjang sekian kilometer kami lalui yang paling sering terdengar adalah gelak tawa kami, yah maklum mahasiswa. Dimana saja selalu menyempatkan diri mencari bahan guyonan. Dalih melepas kepenatan belajar di kelas, hais sedap.
Miss you guys xoxo
Ketika sampai di ujung treck (bukan ujung sungai) dengan kaki yang sudah lemas, baju basah dan yang paling utama perut lapar kami disambut tim dosen dan staffnya yang kembali menyediakan menu sehat makan siang yay! Kami dengan rakusnya segera menyantap makan siang itu tanpa sisa. Makan ramai-ramai dikelilingi hutan pinus itu more than just a koprol i bet :p. Kami masih menyempatkan diri untuk mengobrol dengan para dosen dan ditantang untuk melanjutkan tekad mereka dengan menemukan dan mengembangkan situs atau objek pariwisata based on ecological principe. Doakan dan bantu kami ya! Sebelum pulang kami menyempatkan diri dulu untuk berenang di rumah beliau dan berfoto sana berfoto sini. Seperti biasa, wisata tidak harus mahal, wisata bukan berarti tidak belajar dan tidak menjaga, wisata yang sejati ialah mendapatkan pengalaman atau sensasi yang berbeda dengan yang biasa ditemui. Kalau hanya untuk relaksasi ke salon atau tidur sambil membakar aroma terapi juga bisa kan ;) its only my opinion actually, your choice at the end.

Dokumentasi lainnya:

With Rivanti Wihartini, Alamanda Febriana dan Bambang Ariyanto
Don't leave your partner behind :)
Thanks a lot Doc! awe you
Would take you to other place again girl
  
Biaya:
Kalau tidak salah sekitar Rp 300.000-an atau kurang but it's worth it

Tips:
- Selalu kenali medan yang akan ditempuh. Juniorku sampai ada yang kakinya patah karena nekad pakai flat shoes dan ada temanku yang sepatunya hampir hanyut karena pakai yang model selop.
- Pastikan asupan tenaga yang cukup, apalagi yang berhubungan dengan air dan memakan tenaga banyak, sediakan dan konsumsi air secukupnya jangan sampai kehabisan tenaga dan dehidrasi.
- Don't leave your partner behind ya guys, because traveling is also about sharing :)


 
See you on my next journey
*next posting "Marine Study around Pelabuhan Ratu - Sukabumi"