Sabtu, 05 Maret 2011

“Kembali ke alam” (edisi II: Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sektor Pondok Halimun-Selabintana)



The Ranger
Setelah pulang dari Cibodas, aku beristirahat beberapa hari di rumah, dan ternyata aku kecapean (sebelum magang aku sempat di rawat di RS karena Thypus) tapi inilah perjuangan mahasiswa, haiiyaaahh. Seharusnya aku berangkat bareng sama Mpo dan si Bambang, tapi karena belum fit aku memutuskan untuk nyusul (sendiri) haha. Sebelumnya aku mengisi perbekalan dengan berbagai logistik, ya kira-kira seperti pada saat ke Cibodas. Dari rumah aku menuju terminal Depok, tepatnya di tempat bis-bis ngetem. Aku naik bis MGI jurusan Depok-Sukabumi, tarifnya Rp. 20.000. Bisnya enak dan asiknya sendirian, liat pemandangan sepuasnya sambil dengerin lagu, ya walaupun badan sama kepala masih cenat-cenut (<<dulu belum ada nih istilah ini :p). Begitu sampai di Sukabumi aku melanjutkan perjalanan dengan naik angkot warna putih untuk ke jalan Veteran, ongkosnya Rp. 2.000, selanjutnya naik angkot warna merah menuju Selabintana. Penting banget nih temen-temen, sebelum naik HARUS KUDU WAJIB! Tanya sama supirnya mereka sampai ke Pondok Halimun apa nggak, soalnya dari jalan raya masih jauhhhh banget ke dalem, kalau mentok-mentok nggak ada terpaksa lanjutin pake ojek. 


Pondok Polygala
Pas aku naik ojek, itu merupakan kesalahan sebenarnya. Bukan karena naik ojeknya, tapi aku dengan polosnya menggendong tas gunungku di belakang, dengan alasan nggak enak sama abangnya -_-. Padahal jalannya nanjak abis, kebayangkan aku juga nahan badan untuk tetap seimbang padahal baru abis sakit (wueendaang!). Akhirnya setelah sempat speak-speak alias ngajak ngobrol abangnya aku hanya membayar Rp. 10.000. Aku segera menuju pondoknya sukarelawan Panthera yang merupakan kelompok sukarelawan pertama di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ini. Di pondok inilah aku dan teman-teman tinggal. Kalau malam atau habis hujan, coba saja buka pintu belakang (pintu dekat dapur), rasanya seperti buka pintu freezer alias semeriwing :p.
Pacet komando -_-


Di kawasan ini masih sangat alami sekali. Pada waktu itu belum ada listrik karena pembangkit listrik dari tenaga airnya sedang rusak, kalau terakhir aku kesana sudah diperbaiki kog. Terus disini kadang-kadang sinyal ponsel juga naik-turun, malah pernah nggak dapat sama sekali. Pengunjungnya pun nggak seramai di Cibodas. Tapi menurutku keren banget disini. Sebelum mencapai lokasi kita sudah disuguhkan oleh perkebunan teh dan kebun sayur-sayuran, ketika masuk lokasi ada aliran sungai yang menambah sejuk suasana. Istilahnya masih “hutan banget” disini. Udara disini sebenarnya nggak terlalu dingin dibanding Cibodas tapi disini yang muanteb tuh anginnya, angin lereng. Selain itu kabut yang selalu turun di sore hari menjadi asal usul nama Pondok Halimun, dalam bahasa Sunda Halimun artinya kabut. Udah pernah denger yang namanya pacet komando belum? Disini pacetnya beda dengan yang aku temui di Cibodas, disini warnanya hijau dan ada loreng-loreng warna jingga dan kuning, itu lah yang menyebabkan disebutnya pacet komando. Ukuran dan tingkat “keganasan” pacet itu juga lebih besar.
Okay, petualangan apa sajakah yang pernah aku lakukan di tempat ini?? Diantaranya :
Jelajah hutan (menuju air terjun Cibereum) berempat Bambang, Bang Ben dan Boboi (jah BBB :p)
Air terjun Cibereum
Ini adalah petualangan paling gokil disini (menurutku lho), awalnya sih dengan ketawa-ketiwi kita mulai jalan, foto sana-sini. Si Bambang mah udah pernah naik duluan, dia yang tau medannya kaya apa. Nah yang membedakan track disini sama yang di Cibodas adalah bentuk tangga alias jalur. Kalau di Cibodas berbentuk tangga atau bertingkat-tingkat, kalau disini jalannya nanjak dengan jalur yang datar, hati-hati ya karena licin. Medan yang ditempuh pun naik-turun ada juga yang datar, jadi nggak terlalu berasa cape. Dari bawah sampai ke air terjun kira-kira jaraknya 2,5 km. Walaupun nama air terjunnya sama kaya yang di Cibodas, kedua air terjun ini mempunyai maksud penamaan yang berbeda. Kalau yang di Cibodas, beureum = merah (dalam bahasa Sunda) karena banyak lumut merah (Spagnum Gedeanum) yang tumbuh di sekitar tebing disana. Nah kalau yang disini nama bereumnya berasal dari pantulan cahaya matahari yang mengenai tebing di waktu pagi yang menghasilkan warna merah (aku jadi penasaran). Setelah sampai dan shooting film documenter kita semua turun ketika kabut memenuhi tempat itu. Hujan besar pun turun. Perbekalan kami juga habis. Jarak pandang kami terganggu dan harus ektra hati-hati menuruni jalur berbatu. Suasananya cukup menyeramkan, karena kami cuma berempat dan suara-suara binatang yang asing bermunculan. Pas ngeliat ke kaki, ya ampun berdarah-darah semua gara-gara si pacet. Akhirnya dengan sisa-sisa tenaga yang kami punya kami segera menuruni jalur terakhir, dan sampai di pondok. Dengan basah kuyub dan kelaparan kami segera memasak air dan mie instan. Aku makan dua bungkus ditambah 1 gelas energen jahe, ahhhh nikmatt!!

Safari  malam

Bersama rekan-rekan PANTHERA
Kami menjelajah di sekitar pondok, untuk mencari tahu keberadaan satwa malam, kami menemukan ular dan jejak babi hutan. Hari selanjutnya kami diajak untuk berkeliling perkebunan teh di malam hari dengan menggunakan mobil land rover. Rame-rame kita naik, sampe ada yang diatas. Kami melewati tanah becek naik-turun, badan kelempar kesana-kemari. Kami berhenti di tebing dengan pemandangan yang luar biasa, lampu-lampu kota sukabumi dengan hamparan perkebunan teh dibawah kami, perjalanan pulang kami menemukan babi hutan yang sedang mencari makan.
Ngajar anak-anak penduduk
ei, bi, si, di :p
Di dekat pondok ada kios-kios makanan, dimana banyak anak-anak yang tinggal disana. Biasanya mereka mengaji diajarkan oleh A’ Utuk, salah seorang anggota PANTHERA. Nah karena kebetulan ada kami disana, kami mengajar mereka bahasa Inggris, yaa sehari-hari dan tingkatan untuk anak-anak SD. Ternyata mereka jago-jago lho, belum tentu waktu aku seusia mereka aku bisa kaya gitu.
Mungkin segitu dulu yang aku ceritain, karena kalau semunya nggak akan cukup :p.  

Tips :
-     Fisik dan stamina yang fit, adalah kebutuhan dasar.
-     Sepatu atau sandal gunung sangat dibutuhkan disini.
-     Bawalah tembakau atau minyak kayu putih untuk mengurangi serangan pacet :p.
-     Bawa perbekalan yang cukup kalau ingin trecking atau hiking.
-     Persiapkan rain coat  dan head lamp.
-     Kalau bisa siang kalian sudah sampai di lokasi, karena di sore hari saja kendaraan susah, yang paling aman adalah mengunjungi lokasi pada hari libur, transport lebih memadahi disana.

Biaya :
Seperti pada waktu di Cibodas, aku cukup lama stay  disini, jadi ini adalah perkiraan biaya kalau teman-teman mau kesana
-     MGI Depok-Sukabumi            = Rp 20.000
-     Angkot ke Jln. Veteran          = Rp           2.000
-     Angkot ke Pondok Halimun    = Rp   8.000 (maksimal)
-     Tiket ke air terjun                 = RP   3.000
           Total                                      = Rp 33.000
Ongkos sekali jalan tanpa makan J

Dokumentasi lainnya :
Acara masak-masak di luar pondok
Candle light dinner :D
Salah satu shelter yang ada
Mata air yang dapat diminum langsung airnya
nggak dimana tetep maenannya :p
pohon kadaka, cacing yang dipakai obat Thypus berasa dari pohon ini -__-
Korban pacet
sebelum berangkat safari malam
saaaiiikk daahh :p
Camping Ground 1
Camping Ground 2
aww, so so tropical rain forest :p
Papan penunjuk arah
Sueejdukk, sueegeurrr :D


See you on my next journey

*next posting “Kembali ke alam” (edisi III: Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sektor Bodogol-Lido)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar